Zulvi Azhana, S. Pd

Guru SMKN 1 Lhokseumawe


“Di Balik Senyum Guru”

Tantangan dan Kepuasan Menjadi Pendidik

Senyum hangat seorang guru sering kali menjadi pelipur lara bagi siswa-siswinya. Namun, di balik senyum itu tersimpan segudang kisah, perjuangan, dan tantangan yang tak mudah dihadapi. Menjadi seorang pendidik adalah panggilan jiwa yang mulia, namun juga penuh lika-liku.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi guru adalah tuntutan untuk selalu kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Di era digital seperti sekarang, siswa memiliki akses informasi yang sangat mudah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk terus mengembangkan metode pembelajaran yang menarik dan relevan agar siswa tetap termotivasi. Selain itu, perbedaan karakteristik setiap siswa juga menjadi tantangan tersendiri. Seorang guru harus mampu memberikan perhatian yang cukup kepada setiap siswa agar potensi mereka dapat berkembang secara optimal.

Tantangan lainnya adalah terkait dengan masalah disiplin siswa. Tidak jarang, guru harus menghadapi berbagai perilaku siswa yang menyimpang dari norma. Hal ini tentu saja sangat menguras tenaga dan pikiran. Namun, dengan kesabaran dan ketegasan, seorang guru diharapkan mampu membimbing siswa agar menjadi pribadi yang lebih baik.

Di samping tantangan, menjadi seorang guru juga memberikan kepuasan yang tak ternilai. Ketika melihat siswa-siswinya berhasil mencapai prestasi yang membanggakan, hati seorang guru akan merasa sangat bahagia. Rasa puas juga muncul ketika melihat siswa-siswinya tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki nilai-nilai moral yang tinggi.

Selain itu, menjadi guru juga memberikan kesempatan untuk terus belajar dan berkembang. Seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbagi pengalaman dan nilai-nilai hidup. Interaksi dengan siswa setiap hari memberikan inspirasi dan motivasi bagi guru untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas dirinya.

Meskipun tantangan yang dihadapi tidaklah mudah, namun kepuasan yang diperoleh jauh lebih besar. Menjadi seorang guru adalah sebuah panggilan jiwa yang mulia. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang berperan penting dalam membentuk generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, mari kita hargai dan dukung para guru dalam menjalankan tugasnya. Hargailah setiap waktu dan tenaga yang telah di kerahkan guru demi anak didiknya. Jadilah bagian dari penentu masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. (ZA)

Penulis :  Zulvi Azhana, S. Pd

Lia amalia nurina, S.Pd, M.Pd

Guru SMKN 1 Lhokseumawe


Faktor-Faktor Penyebab Lemahnya Minat Siswa terhadap Matematika di SMK

 

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran fundamental yang memiliki peranan penting dalam berbagai bidang, termasuk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sayangnya, minat siswa terhadap matematika di SMK sering kali berada pada tingkat yang rendah. Siswa sering menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan tidak relevan dengan kebutuhan praktis di bidang vokasional. Rendahnya minat ini tentu menjadi tantangan bagi para pendidik, mengingat keterampilan matematika diperlukan tidak hanya dalam konteks akademik, tetapi juga di dunia kerja. Tulisan ini akan mengulas lebih dalam mengenai beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya minat siswa terhadap matematika di SMK, disertai dengan rujukan dari berbagai penelitian yang relevan.

 

1. Kesulitan dalam Memahami Konsep Abstrak

Salah satu faktor utama yang membuat siswa kehilangan minat terhadap matematika adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep abstrak yang sering kali tidak memiliki aplikasi yang jelas dalam kehidupan sehari-hari atau bidang kejuruan yang dipilih. Nurhikmayati (2017) menyatakan bahwa banyak siswa di SMK menghadapi kesulitan memahami materi matematika karena siswa tidak memiliki dasar-dasar yang kuat. Siswa SMK umumnya lebih terfokus pada pelajaran kejuruan yang dianggap lebih aplikatif dan relevan dengan dunia kerja, sehingga ketika dihadapkan dengan konsep matematika yang abstrak seperti persamaan kuadrat atau trigonometri, cenderung merasa kewalahan.

 

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani et al (2020), yang menunjukkan bahwa mayoritas siswa SMK merasa matematika adalah pelajaran yang paling sulit dipahami. Kesulitan ini sering kali berawal dari pembelajaran matematika yang kurang berhasil di jenjang pendidikan sebelumnya, sehingga siswa memasuki SMK tanpa bekal kemampuan matematika yang memadai. Ketika siswa menghadapi pelajaran yang lebih rumit, rasa frustrasi muncul dan minat terhadap matematika semakin menurun. Ini menjadi tantangan serius bagi para guru untuk mengadaptasi metode pembelajaran agar lebih mudah dipahami siswa.

 

2. Persepsi Rendah terhadap Relevansi Matematika dengan Kejuruan

Faktor kedua yang mempengaruhi rendahnya minat siswa terhadap matematika di SMK adalah persepsi bahwa matematika tidak relevan dengan bidang kejuruan. Menurut Ozdemir & Onder (2017) banyak siswa SMK merasa bahwa matematika adalah pelajaran yang terpisah dari keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja. Misalnya, siswa jurusan Penjualan mungkin menganggap bahwa tidak memerlukan pemahaman mendalam tentang geometri atau aljabar untuk berhasil dalam profesi pilihannya.

 

Persepsi ini didorong oleh metode pengajaran yang sering kali kurang menekankan pada aplikasi praktis matematika dalam bidang kejuruan. Padahal, jika diterapkan dengan benar, matematika bisa menjadi alat yang sangat berguna dalam berbagai profesi. Misalnya, siswa jurusan Akutansi Keuangan bisa belajar menghitung besar bunga bank atau angsuran dari pinjaman, sementara siswa jurusan teknik bisa belajar mengaplikasikan matematika dalam pengukuran dan perhitungan teknis. Yeo (2010) menekankan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan minat siswa terhadap matematika adalah dengan menunjukkan aplikasi nyata dari konsep-konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari dan atau dalam konteks SMK disesuaikan dengan jurusan masing-masing.

 

3. Metode Pengajaran yang Kurang Menarik dan Tidak Inovatif

Metode pengajaran yang digunakan oleh guru juga memiliki pengaruh besar terhadap minat siswa. Primadoniati (2020) menyatakan bahwa metode pengajaran matematika di banyak sekolah cenderung berpusat pada guru dan menggunakan pendekatan tradisional yang monoton. Siswa sering kali hanya dihadapkan pada tugas menghafal rumus atau menyelesaikan soal tanpa memahami bagaimana rumus tersebut diterapkan dalam konteks praktis.

 

Pengajaran yang terlalu berfokus pada penyampaian materi secara teoritis tanpa melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yang aktif membuat siswa merasa bosan dan tidak tertarik. Penggunaan metode ceramah yang dominan, tanpa variasi dalam pendekatan, menyebabkan siswa kehilangan minat dan motivasi. Penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang interaktif dan inovatif, seperti pembelajaran berbasis proyek atau pemecahan masalah, dapat meningkatkan minat siswa terhadap matematika karena merasa lebih terlibat dalam proses pembelajaran (Nastiti, & Wathon, 2019; Susanti, 2023).  

 

Selain itu, minimnya penggunaan teknologi dalam pengajaran juga menjadi kendala. Menurut Sarifah et al (2022) di era digital ini, teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan minat siswa, terutama dalam mata pelajaran yang dianggap sulit seperti matematika. Penggunaan aplikasi matematika atau simulasi interaktif dapat membantu siswa memahami konsep dengan cara yang lebih menarik dan menyenangkan. Sayangnya, banyak sekolah, terutama di daerah, masih minim dalam pemanfaatan teknologi ini, sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar yang interaktif dan menarik.

 

4. Kurangnya Dukungan Lingkungan Belajar

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya dukungan dari lingkungan belajar, baik di sekolah maupun di rumah. Menurut Hartanti & Harini (2016) lingkungan belajar yang mendukung sangat berpengaruh terhadap minat siswa dalam belajar matematika. Di sekolah, kondisi kelas yang ramai dan fasilitas belajar yang kurang memadai sering kali membuat siswa kesulitan untuk fokus belajar. Guru juga sering kali terbatas dalam memberikan perhatian secara individual kepada siswa, terutama di kelas yang memiliki jumlah siswa yang banyak.

 

Selain itu, dukungan dari orang tua di rumah juga sering kali kurang memadai. Banyak orang tua yang mungkin tidak memahami pentingnya matematika atau tidak memiliki kemampuan untuk membantu anaknya belajar matematika. Hal ini menambah kesulitan yang dihadapi siswa, karena merasa tidak mendapatkan dukungan yang cukup untuk mengatasi masalah dalam belajar matematika. Hendriana (2014) menekankan pentingnya dukungan dari lingkungan sekitar untuk membantu siswa mengatasi rasa takut terhadap matematika dan membangun kepercayaan diri dalam mempelajari pelajaran matematika.

 

5. Tekanan Psikologis dan Rasa Takut Gagal

Rasa takut terhadap kegagalan juga sering kali menjadi penghalang bagi siswa dalam mempelajari matematika. Banyak siswa mengalami tekanan psikologis saat dihadapkan pada pelajaran matematika, terutama jika memiliki pengalaman negatif di masa lalu, seperti mendapatkan nilai rendah atau kesulitan memahami materi. Menurut Apostolidu & Johnston-Wilder (2022), rasa takut ini membuat siswa cenderung menghindari pelajaran matematika dan lebih memilih untuk fokus pada pelajaran lain yang dianggap lebih mudah atau menyenangkan.

 

Ketakutan ini sering kali diperparah oleh sikap guru yang kurang mendukung atau jarang memberikan motivasi. Ketika siswa merasa dihakimi atau disalahkan atas kesulitan dalam memahami matematika, minat dan motivasi belajar cenderung semakin berkurang. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung, di mana siswa merasa aman untuk melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut.

 

Kesimpulan

Berdasarkan berbagai faktor yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa lemahnya minat siswa terhadap matematika di SMK disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang saling berkaitan. Kesulitan dalam memahami konsep abstrak, persepsi rendah tentang relevansi matematika dengan kejuruan, metode pengajaran yang monoton, kurangnya dukungan lingkungan belajar, dan tekanan psikologis adalah faktor-faktor utama yang mempengaruhi minat siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Wahyuni (2018:70), diperlukan pendekatan yang lebih inovatif dan interaktif untuk meningkatkan minat siswa terhadap matematika.

 

Saran

 

Sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa terhadap matematika, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, guru harus lebih kreatif dalam mengajar dengan menggunakan metode yang lebih menarik, seperti pembelajaran berbasis proyek atau penggunaan teknologi. Kedua, penting bagi guru untuk menunjukkan relevansi matematika dengan kehidupan sehari-hari dan bidang kejuruan siswa, agar siswa memahami pentingnya pelajaran ini. Ketiga, dukungan dari lingkungan belajar, baik di sekolah maupun di rumah, harus ditingkatkan. Terakhir, guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang positif, di mana siswa merasa didukung dan termotivasi untuk belajar matematika tanpa rasa takut gagal.

 

Daftar Pustaka

Apostolidu, M., & Johnston-Wilder, S. (2022, July). People are Afraid of Looking Incompetent: How Can We Stop the Fear of Mathematics from Holding Them Back?. In 3rd International Conference on Developing Mathematical Resilience (pp. 25-31).

Hartanti, Y. S., & Harini, E. (2016). Hubungan antara minat belajar dan lingkungan belajar dengan prestasi belajar matematika. Union4(3), 356728.

Nastiti, P. T., & Wathon, A. (2019). Membangun Pembelajaran Berbasis Proyek Melalui Kegiatan Bermain Alat Permainan Edukatif. Sistim Informasi Manajemen2(1), 161-187.

Nurhikmayati, I. (2017). Kesulitan berpikir abstrak matematika siswa dalam pembelajaran problem posing berkelompok. Kalamatika: Jurnal Pendidikan Matematika2(2), 159-176.

Oktaviani, U., Kumawati, S., Apriliyani, M. N., Nugroho, H., & Susanti, E. (2020). Identifikasi faktor penyebab rendahnya hasil belajar matematika peserta didik di smk negeri 1 Tonjong. MATH LOCUS: Jurnal Riset Dan Inovasi Pendidikan Matematika1(1), 1-6.

Ozdemir, H., & Onder-Ozdemir, N. (2017). Vocational High School students’ perceptions of success in Mathematics. International Electronic Journal of Mathematics Education12(3), 493-502.

Primadoniati, A. (2020). Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam. Didaktika: Jurnal Kependidikan9(1), 77-97.

Sarifah, I., Rohmaniar, A., Marini, A., Sagita, J., Nuraini, S., Safitri, D., … & Sudrajat, A. (2022). Development of Android Based Educational Games to Enhance Elementary School Student Interests in Learning Mathematics. International Journal of Interactive Mobile Technologies16(18).

Susanti, R. (2023). Pengaruh Metode Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP)6(4), 3997-4007.

Yeo, J. B. W. (2010). Why Study Mathematics? Applications of Mathematics in Our Daily Life. In Mathematical Applications And Modelling: Yearbook 2010, Association of Mathematics Educators (pp. 151-177).

 

Penulis : Lia amalia nurina, S.Pd, M.Pd

Darmiana,S.Pd

Guru SMKN 1 Lhokseumawe

SISWAKU INSPIRASIKU

“ NABIL”

Saya Darmiana guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sebelumnya, saya mengajar di SMK Negeri 2 Lhokseumawe sekitar 10 tahun lamanya. Melalui jalur PPPK, Saya berkesempatan untuk bergabung dengan SMK Negeri 1 Lhokseumawe  ini. Saya menantikan tantangan baru dalam mengajar disini. Semoga proses belajar dan mengajar di sekolah ini dapat berjalan dengan baik dengan tujuan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Setelah satu tahun mendapatkan pengalaman mengajar di SMK Negeri 1 Lhokseumawe ini ada beberapa pengalaman menarik yang saya dapatkan. Setiap hari, Saya berhadapan dengan beragam karakter siswa. Ada yang pendiam, ada yang aktif, ada yang pintar, dan ada pula yang terkesan nakal. Di antara sekian banyak siswa itu, ada satu yang selalu menarik perhatian Saya, Nabil teman-teman memanggil Namanya

Nabil adalah siswa yang sering dianggap bandel. Rambutnya gondrong, pakaiannya selalu acak-acakan, dan seringkali ia terlihat melamun di kelas. Nilai-nilainya pun terbilang pas-pasan, terutama untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Saya sering merasa frustasi dengan Nabil. Saya sudah mencoba berbagai cara untuk menarik perhatian siswa itu, namun hasilnya selalu nihil.

Suatu hari, saat kelas sedang mendiskusikan sebuah novel, Nabil tiba-tiba mengangkat tangan. Semua teman sekelasnya terkejut. Saya pun tersenyum, berharap kali ini Nabil akan memberikan jawaban yang berarti. Namun, yang keluar dari mulut Nabil justru sebuah pertanyaan yang tak terduga.

“Bu, kenapa sih tokoh dalam novel ini selalu menang? Padahal kan di kehidupan nyata, banyak orang baik yang justru menderita?”

Pertanyaan Nabil membuat seluruh kelas terdiam. Saya pun tertegun sejenak. Saya tidak menyangka Nabil akan mengajukan pertanyaan yang begitu dalam. Dengan sabar, Saya mencoba menjelaskan bahwa kehidupan tidak selalu seindah cerita fiksi. Ada banyak rintangan dan cobaan yang harus dihadapi. Namun, Saya juga menambahkan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Sejak saat itu, Saya mulai memperhatikan Nabil lebih dekat. Saya menyadari bahwa di balik sikap bandelnya, Nabil adalah seorang pemuda yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Nabil seringkali mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Saya  berpikir lebih dalam.

Suatu ketika, Saya meminta Nabil untuk menulis sebuah cerita pendek. Awalnya, Nabil menolak dengan alasan ia tidak bisa menulis. Namun, setelah Saya membujuknya, akhirnya Nabil mau mencoba. Beberapa hari kemudian, Nabil menyerahkan sebuah kertas berisi cerita pendek buatannya. Cerita itu menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang berjuang untuk meraih mimpinya.

Saya sangat terkesan dengan cerita karya Nabil. Cerita itu sangat menyentuh dan penuh makna. Sejak saat itu, Nabil semakin rajin menulis. Ia bahkan mengikuti lomba menulis cerpen tingkat kota dan berhasil meraih juara.

Kisah Nabil membuktikan bahwa setiap siswa memiliki potensi yang luar biasa. Terkadang, kita hanya perlu memberikan mereka kesempatan dan dukungan yang tepat. Bagi Saya, Nabil bukan hanya seorang siswa, tetapi juga sebuah inspirasi. Nabil telah mengajarkan saya bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda-beda dan sebagai seorang guru, Saya harus mampu menemukan cara untuk menjangkau setiap siswa saya.

“Setiap langkah kecil adalah kemajuan besar. Mari nikmati perjalanan menemukan potensimu!”

 

Penulis : Darmiana,S.Pd

Ema Raiwana, S.Kom

Guru SMKN 1 Lhokseumawe

"Mimpi di Balik Tirai"

Di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan yang terletak di pinggiran kota, terdapat seorang siswa bernama Aroel. Aroel adalah sosok yang pendiam, cenderung sering termenung dan sedikit pemalu. Ia lebih suka menghabiskan waktu di pojok baca sekolah sambil membuka lembar-lembar buku yang ada dipojok literasi kelas itu, tenggelam dalam dunia buku dan imajinasinya, ia selalu berpikir bahwa ia tak akan berani untuk berbuat apapun.

Aroel memiliki satu impian yang sangat besar,  menjadi Designer Grafis terkenal. Dalam diamnya Ia sering menghabiskan waktu untuk mendesain berbagai desain grafis vektor dan bitmap., bahkan desain kemasan produk yang selalu ia otak Atik di laptopnya. yang penuh dengan dunia dan karakter yang hanya ia kenal. Namun, impian ini tampaknya terpendam dalam-dalam karena rasa takut dan rasa tidak percaya diri yang menghambatnya untuk berbagi karya-karyanya dengan orang lain.

Suatu hari, saat Aroel sedang mendesain di sudut kelas, sambil meluruskan kakinya dilantai kelas., saya menyapanya, “Lagi apa Aroel?!. Tanya saya!. Coba-coba desain Bu jawabnya.  Dengan tekad yang kuat saya menghampirinya dengan harapan Aroel mau mendengar cerita saya tentang siswa-siswa terdahulu yang juga pernah memiliki mimpi dan harapan mereka sendiri. Terinspirasi oleh cerita itu dan seiring dengan waktu,  semangat dan motivasi yang tidak pernah ada jedanya saya berikan. Aroel merasa terdorong untuk mengungkapkan keinginannya

Dengan penuh keberanian, Aroel memutuskan untuk mengikutsertakan lomba perdana nya di bidang desain grafis vektor yaitu Desain Packaging pada lomba Perlombaan desain grafis pada  OSIS CUP yang diadakan oleh sekolah. Meskipun ia merasa cemas dan takut akan penilaian, ia akhirnya mendaftarkan namanya kepada panitia perlombaan,  dengan harapan kecil katanya, tetapi saya tetap menyemangati Aroel. Karena Aroel mang anak yang pintar dalam mendesain.

Beberapa minggu kemudian, pengumuman pemenang lomba mendesain diumumkan. Areltidak percaya ketika namanya disebut sebagai salah satu pemenang diperingkat pertama.. Karyanya mendapat pujian dari para juri dan teman-temannya. Pengalaman ini memberi Aroel kepercayaan diri yang selama ini ia cari.

Dari hari itu, Aroel mulai aktif diberbagai kegiatan design grafis dan terlibat dalam berbagai kegiatan desain grafis di sekolah. Sampai akhirnya Aroel juga menjadi Peserta Siswa LKS yang mendapatkan juara pertama  ditingkat Kota dan tingkat Provinsi.  Aroel sangat menyadari bahwa mimpi yang terpendam di dalam dirinya bukan hanya miliknya sendiri, tetapi juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang lain.

 

Kisah Aroel adalah pengingat bahwa terkadang mimpi dan bakat yang terpendam di dalam diri kita memerlukan dorongan kecil untuk muncul ke permukaan. Dengan keberanian dan tekad, kita bisa mengubah impian menjadi kenyataan dan berbagi bagian terbaik dari diri kita dengan dunia.

Penulis : Ema Raiwana, S.Kom

Zainatuddar

Guru SMKN 1 Lhokseumawe

Kahoot: A Bridge to English Learning

As an English teacher in grade XI TJKT 1 whose members all male, I always try to create a fun and effective learning atmosphere. Facing male students with diverse characters is certainly a challenge. Although most students are students who have good abilities, there are still some who tend to be less active in following lessons.

To overcome this, I tried various approaches, one of which is by utilizing digital technology. One of the digital media that I chose is Kahoot. This platform is considered very interesting and interactive, so it can increase students’ learning motivation.

Why Kahoot?

Kahoot is a quiz-based game platform that can be used for various subjects, including English. With an attractive appearance and interactive features, Kahoot is able to turn the learning process into a fun experience. Some of the reasons why I chose Kahoot include:

Increasing Student Activity: Kahoot is designed to encourage active student participation. By answering questions in a limited time, students will be motivated to think quickly and accurately.

Making Learning More Interesting: The game element in Kahoot makes the learning process more fun and less boring. Students will feel like they are playing a game, even though they are actually learning.

Providing Instant Feedback: Kahoot provides instant feedback to students, so they can immediately know whether their answers are right or wrong. This is very useful for improving students’ understanding of the subject matter.

Easy to Use: Both teachers and students can easily use Kahoot. The simple and intuitive interface makes this platform very user-friendly.

 

Implementing Kahoot in Class

Initially, I was a little doubtful whether Kahoot would be effective in increasing student activity, especially for those who tend to be passive. However, after trying to implement Kahoot in class, it turned out that my suspicions were wrong. Students were very enthusiastic about welcoming Kahoot. They competed to answer questions correctly and get the highest score.

In fact, students who were usually less active in class also participated. They looked more focused and motivated to learn. The classroom atmosphere, which was previously quiet, became more lively and enthusiastic.

 

Achieved Results

After using Kahoot several times in the learning process, I observed several positive changes in students:

Increased Activeness: Students became more active in following lessons. They no longer hesitate to ask questions or give opinions.

Increased Motivation: Students feel more motivated to learn. They no longer consider learning as a burden, but as a fun activity.

Increased Understanding: With instant feedback, students can quickly identify which parts they do not understand. This helps them to improve their understanding.

Formation of a Positive Learning Atmosphere: Kahoot has succeeded in creating a positive and fun learning atmosphere in the classroom. Students feel more comfortable and at home learning together.

Therefore, the use of Kahoot in English learning in class XI TJKT 1 SMKN 1 Lhokseumawe has given very positive results. Kahoot has proven effective in increasing student activeness, motivation, and understanding. In addition, Kahoot has also succeeded in creating a more fun and conducive learning atmosphere.

I highly recommend using Kahoot for teachers who want to make learning more interesting and effective. By utilizing digital technology, we can create a generation of students who are more creative, critical, and ready to face future challenges.

In its application, to get optimal results, here are some suggestions that can be applied:

Adjust the Level of Question Difficulty: Adjust the level of question difficulty to the student’s ability.

Use Various Types of Questions: Vary the types of questions so that students don’t get bored.

Give Sufficient Time: Give students enough time to answer questions.

Give Appreciation: Give appreciation to students who excel to increase their motivation.

 

Penulis : Zainatuddar